Mengenai Saya

Foto saya
Sebelum lulus kuliah sudah menulis, dan menjadi kuli tinta.

Sabtu, 02 Januari 2010

KIRAB GEREBEG KENDALISODO

Oleh : Kang Syukron

Sunarto, 85, atau tetangganya lebih mengenal dengan sebutan Mbah Narto, warga Dusun Karangjoho Desa Samban Kecamatan Bawen ini, meski usianya sudah udzur masih kuat berjalan 2 kilometer untuk mengikuti prosesi Gerebeg Kendalisodo yang dimulai dari Dusun Kerban Desa Harjosari Kecamatan Bawen kemudian menyusuri jalan Desa Samban menuju Sendang Penyangklingan (27/12/2009).
Menurut, Mbah Narto, selain dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, sendang tersebut dipercaya sebagai lokasi pembuangan benda pusaka Cupumanik Astagina milik Resi Gautama.
"Saya ikut kesini, karena ingin merebutkan gunungan itu, biar tambah makmur, tenteram dan ayem" katanya.
Menurut juru kunci Sendang Penyangklingan, Marsidi, 91, barisan orang berpakaian ala bala kurawa yang disebut canthang balung berjalan di bagian depan mengawal seorang penunggang kuda yang dijuluki Pangeran Pragolopati. Disusul di belakangnya barisan punggawa yang membawa dua buah tombak dan keris.
Sementara di belakang para punggawa itu tampak barisan berbusana serba hitam yang oleh warga disebut sebagai pandita. Setelah itu berturut-turut barisan pembawa tiga gunungan berupa hasil bumi dan tumpeng nasi yang diiringi oleh warga sekitar. Mulai barisan canthang balung sampai barisan pembawa gunungan hasil bumi dan tumpeng nasi tersebut berjalan dari Dusun Kerban Desa Harjosari menuju Sendang Penyangklingan.
Setibanya di jalan setapak menuju sendang, peserta berpakaian bala kurawa berdiri di kanan-kiri jalan menyambut rombongan yang membawa dua buah gunungan dan pusaka. Setibanya di Sendang Penyangklingan kemudian dilakukan jamasan pusaka menggunakan air kelapa dan uba rampai lainnya.
"Acara ini rutin dilakukan pada 10 Suro, dengan harapan, biar seluruh warga selamat, untuk mendapat berkah dari yang mbahu rekso sendang, yakni Dewi Anjani yang merupakan Ibunda Hanoman" ungkapnya usai penjamasan.
Menurut salah satu pantia, Rahman, mengatakan, tradisi yang dirayakan setiap tahun tanggal 10 muharam tersebut seharusnya dilaksanakan besok (hari ini, red), namun karena sesuatu hal maka dilakukan hari ini. Kegiatan ini menurutnya melibatkan warga empat desa yang terletak di sekitar Gunung Kendalisodo, yakni desa Samban, Doplang, Harjosari, di Kecamatan Bawen, serta desa Mlilir Kecamatan Bandungan yang keenam kalinya.
"Seharusnya star dimulai dari lapangan Desa Mlilir, namun karena disana banyak bendera parpol, warga tidak sepakat, dan memilih rute yang lebih dekat, kita akhirnya memutuskan untuk menghindari rute yang banyak atribut parpol" katanya di sela-sela kegiatan.
Usai penjamasan pusaka ini, menurutnya dilanjutkan dengan pentas kuda lumping, dan malamnya dilangsungkan pentas wayang kulit semalam suntuk di desa tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar